Natuna, AnalisisPos.com – Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Ansar Ahmad dan rombongan melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) ke Kabupaten Natuna, Rabu (23/4/2025).
Kunjungan Gubernur Ansar selama dua hari di Kabupaten Natuna mengagendakan dua kegiatan. Hari Pertama, melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) Percepatan Pembentukan Provinsi Khusus Natuna-Anambas. Hari kedua, Halalbihalal Pemerintah Provinsi Kepri dengan Masyarakat Natuna di Ranai.
Usai tiba di Bandara Natuna, Gubernur Ansar dan rombongan melanjutkan perjalanan ke Gedung Sri Serindit untuk menghadiri pembukaan FGD.
Pada kesempatan tersebut, Gubernur Ansar mengatakan, selamat datang kepada Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda yang telah meluangkan waktunya untuk hadir pada acara ini.
Ansar menjelaskan, salah satu provinsi kepulauan terbesar setelah Papua adalah Provinsi Kepri dengan 96 persen lautan dan 4 persen daratan.
“Ada 22 pulau terdepan di Kepri, 7 ada di Natuna dan 5 ada di Anambas, jadi ada 12 pulau terdepan di Natuna-Anambas. Rentang kendali menjadi masalah urgensi di Kepri,” paparnya.
Untuk itu ia mendukung pembentukan provinsi ini karena menurutnya sulit meraih capaian-capaian yang spektakuler.
“Kewenangan daerah di maritim terbatas, memang syarat-syarat untuk menjadi provinsi kurang, tapi sebagai daerah perbatasan dengan negara-negara lain, Natuna-Anambas layak menjadi provinsi khusus yang dipimpin seorang gubenur sehingga ada perwakilan untuk daerah yang bisa berkomunikasi cepat dengan pemerintah pusat,” katanya.
Sementara itu, Bupati Natuna, Cen Sui Lan, menyampaikan pernyataan tegas dan harapan kepada pemerintah pusat melalui Ketua Komisi II DPR RI terhadap pembentukan Provinsi Khusus Kepulauan Natuna-Anambas.
“Hari ini saya bicara sebagai Bupati dan masyarakat Natuna yang menggantungkan harapan kepada Ketua Komisi II DPR RI untuk menjembatani kami menjadi Provinsi Khusus Natuna-Anambas agar kami bisa berdaulat di daerah sendiri,” kata Cen Sui Lan.
Cen Sui Lan melihat ketimpangan signifikan antara potensi kekayaan alam yang dimiliki Natuna dan minimnya kewenangan daerah dalam mengelolanya.
“Dengan luas wilayah yang didominasi lautan, Natuna seharusnya berjaya di laut. Tapi hari ini, kami hanya jadi penonton. Setiap tahun kami serahkan Rp15 triliun BNPB ke pusat, tapi hanya Rp5 miliar yang kembali ke daerah. Ini tidak sebanding,” paparnya.
Menurutnya, luas daratan Natuna hanya 0,70 persen, membuat pengelolaan wilayah laut yang begitu kaya menjadi sangat terbatas karena tidak adanya kewenangan dari daerah.
Cen Sui Lan menekankan pentingnya keberadaan gubernur sebagai representasi pemerintah pusat di wilayah perbatasan strategis seperti Natuna-Anambas.
“Natuna berbatasan langsung dengan 8 negara asing yang punya kepentingan besar di kawasan ini. Maka kami butuh perpanjangan tangan pemerintah pusat di sini, yaitu seorang gubernur, dan itu hanya bisa terwujud jika provinsi khusus ini terbentuk,” tegasnya.
Cen Sui Lan berharap agar aspirasi ini tidak hanya didengar, tetapi benar-benar ditindaklanjuti di tingkat nasional.
“Kami ingin berdaulat di tanah sendiri, tidak sekadar menjadi penonton di daerah kami sendiri. Sudah saatnya Natuna-Anambas berdiri sebagai provinsi khusus,” imbuhnya. (AP/jr)