Natuna, AnalisisPos.com – Pelantikan pejabat eselon III dan IV di lingkungan Pemerintah Kabupaten Natuna yang semestinya menjadi awal semangat baru pasca pergantian kepemimpinan, justru berubah menjadi drama tarik ulur dan penuh teka-teki.
Padahal, rencana pelantikan ini telah disusun jauh-jauh hari oleh pemerintahan baru di bawah Bupati Cen Sui Lan dan Wakil Bupati Jarmin Sidik. Surat permohonan pelantikan pun telah dilayangkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan secara administratif telah disetujui. Namun, entah kenapa, pelantikan itu gagal digelar.
Dilansir dari metroindonesia.co.id, surat persetujuan dari Kemendagri sebenarnya telah mengantongi restu. Tapi persoalannya, nama-nama yang muncul dalam daftar pelantikan justru tidak sesuai dengan yang tercantum dalam surat usulan awal.
Apakah ada perubahan daftar nama secara tiba-tiba? Atau ada kepentingan yang bermain di balik revisi nama-nama tersebut? Pertanyaan-pertanyaan ini kini menggantung di ruang publik Natuna.
Kalau surat dari Mendagri sudah keluar, berarti pelantikan tinggal dilaksanakan. Tapi kenapa batal? Pertanyaan semacam ini akan menjadi buat bibir ditengah masyarakat luas.
Kabar tak sedap mulai berembus. Dugaan adanya praktik jual beli jabatan mulai dibicarakan di kalangan birokrasi. Apakah ada janji-janji politik yang dibungkus dalam amplop mutasi dan promosi? Dugaan ini belum bisa dipastikan, namun kejanggalan dalam proses pelantikan cukup memberi ruang bagi spekulasi tersebut.
Wakil Bupati Jarmin Sidik saat dikonfirmasi pada Minggu (19/07/2025), memilih irit bicara. Ia menyebut jika pelantikan pejabat merupakan ranahnya bupati.” Saya tidak berani keluarkan statement,” ujarnya singkat.
Sikap yang sama juga ditunjukkan Kepala BKPSDM Natuna, Muhammad Alim Sanjaya. Ia pun enggan berkomentar banyak.
Sementara, Bupati Cen Sui Lan yang menjadi pihak paling berkepentingan, belum memberikan klarifikasi apa pun hingga berita ini diturunkan. Pesan konfirmasi wartawan melalui aplikasi WhatsApp hanya menunjukkan tanda centang satu.
Kegagalan pelantikan ini bukan sekadar urusan teknis. Ini menyangkut kredibilitas pemerintahan daerah, etika birokrasi, dan harapan ratusan ASN yang menanti kejelasan nasib.
Kini, publik menunggu, adakah transparansi dalam proses ini? Atau justru, seperti banyak isu sebelumnya, akan tenggelam begitu saja dalam diam. (Red)